
Implementasi SIMPEG KPU Hadapi Tantangan Data dan Keterbatasan SDM di Daerah
Upaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam memperkuat tata kelola Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui implementasi Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG KPU) di seluruh tingkatan, dari pusat hingga Kabupaten/Kota, masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait akurasi data awal dan kesiapan sumber daya manusia di unit kerja daerah.
SIMPEG KPU, yang ditetapkan melalui Keputusan KPU Nomor 439 Tahun 2022, dirancang sebagai tulang punggung digital untuk memproses layanan administrasi kepegawaian secara cepat, akurat, dan akuntabel, seperti Kenaikan Pangkat Otomatis (KPO) dan Penetapan Pensiun Otomatis (PPO). Namun, proses transisi dari sistem manual ke digital ini tidak lepas dari kendala teknis dan non-teknis.
1. Akurasi Data Awal dan Kesenjangan Pemutakhiran
Kekurangan utama yang sering muncul di berbagai KPU Kabupaten/Kota adalah masalah validitas dan kelengkapan data awal yang dimasukkan ke dalam sistem. Data riwayat kepegawaian (jabatan, pendidikan, diklat, hingga dokumen pendukung) yang diinput oleh pegawai seringkali belum mutakhir atau tidak sesuai dengan data fisik.
"Pemutakhiran data kepegawaian bukan sekadar administrasi—ini adalah prasyarat mendasar. Jika data yang diinput tidak valid, proses otomatisasi seperti KPO akan terhambat," jelas seorang Kasubbag SDM KPU Provinsi yang mengikuti monitoring implementasi SIMPEG.
Banyak pegawai, terutama di daerah terpencil, masih memerlukan pendampingan intensif untuk memastikan seluruh profil dan dokumen administrasi mereka tercatat dengan benar di SIMPEG dan terintegrasi dengan SIASN BKN (Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara Badan Kepegawaian Negara).
2. Keterbatasan SDM dan Keterampilan Operator
Meskipun KPU secara berkala mengadakan Bimbingan Teknis (Bimtek) dan sosialisasi, laporan dari beberapa daerah menunjukkan adanya keterbatasan operator yang berdedikasi dan terampil dalam mengelola SIMPEG. Di banyak KPU Kabupaten/Kota, beban kerja operator SIMPEG bertumpu pada satu atau dua staf yang juga merangkap tugas lain.
Kondisi ini berisiko menyebabkan:
-
Keterlambatan input data pegawai baru atau perubahan status.
-
Ketidakmampuan memecahkan kendala teknis minor tanpa bantuan dari KPU Provinsi atau KPU RI.
-
Terganggunya akuntabilitas data karena SOP (Standar Operasional Prosedur) pengelolaan SIMPEG tidak dilaksanakan secara konsisten.
3. Tantangan Integrasi dan Kebutuhan Pengembangan Fitur
Sebagai sistem yang terus berkembang, SIMPEG KPU juga menghadapi tantangan dalam integrasi mulus dengan sistem informasi internal KPU lainnya, serta penyesuaian dengan regulasi kepegawaian nasional yang dinamis. Beberapa masukan dari pengguna di daerah menyoroti perlunya penyempurnaan fitur agar lebih adaptif terhadap kebutuhan spesifik ASN di lingkungan KPU, terutama menjelang dan saat masa tahapan Pemilu dan Pilkada.
Meskipun menghadapi kekurangan dan tantangan, KPU tetap berkomitmen untuk terus menyempurnakan SIMPEG. Upaya peremajaan data secara masif terus digalakkan, menandakan bahwa tantangan ini dipandang sebagai fase kritis dalam mewujudkan tata kelola kepegawaian yang modern dan efisien.
Baca Juga: SIMPEG KPU: Integrasi dengan Ekosistem Digital KPU