Oksibil — Di era digital yang semakin maju, kampanye politik kini tak bisa dilepaskan dari dunia maya. Media sosial, situs web, hingga platform berbasis video menjadi ruang baru bagi para kandidat untuk memperkenalkan visi, program, dan citra diri mereka. Namun di balik kebebasan berekspresi tersebut, terdapat sejumlah aturan ketat yang mengatur aktivitas kampanye digital agar tetap berjalan adil dan etis.
Regulasi Kampanye Digital Diatur oleh KPU dan Bawaslu
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah menetapkan pedoman yang mengatur kampanye di media sosial. Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu, setiap peserta pemilu wajib mendaftarkan akun resmi media sosial yang digunakan untuk kampanye kepada KPU.
Hanya akun terdaftar yang diperbolehkan menayangkan konten kampanye, termasuk promosi calon, partai, atau visi-misi politik. Langkah ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan akun palsu atau anonim dalam menyebarkan informasi yang menyesatkan
Baca Juga: Pentingnya Sosialisasi Pemilih Pemula dalam Menyongsong Pemilu
Batasan Konten: Tidak Boleh Mengandung SARA dan Hoaks
KPU menegaskan bahwa seluruh konten kampanye digital harus sesuai dengan prinsip kejujuran, kesopanan, dan kebenaran informasi. Penyebaran hoaks, ujaran kebencian, fitnah, atau konten bermuatan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) dilarang keras.
Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenakan sanksi administratif, bahkan pidana, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Iklan Digital Hanya Boleh Selama Masa Kampanye
Kampanye berbayar di media digital — seperti iklan di YouTube, TikTok, Instagram, dan Facebook — hanya diperbolehkan selama masa kampanye resmi yang telah ditetapkan oleh KPU. Konten promosi yang muncul sebelum masa kampanye dianggap sebagai pelanggaran kampanye dini dan dapat dikenai teguran atau sanksi oleh Bawaslu.
Selain itu, penyelenggara pemilu juga membatasi durasi dan format iklan digital agar tidak menimbulkan ketimpangan antara peserta dengan kemampuan finansial besar dan peserta dengan sumber daya terbatas.
Baca Juga: KPU Papua Pegunungan Gelar Rapat Evaluasi Pleno Triwulan III dan Bahas Persiapan DP4 serta Pleno PDPB Triwulan IV
Transparansi dan Akuntabilitas Diperlukan
Peserta pemilu wajib melaporkan penggunaan dana kampanye digital secara terbuka. Setiap bentuk kerja sama dengan influencer, content creator, atau lembaga digital marketing harus dicantumkan dalam laporan dana kampanye.
Transparansi ini diperlukan untuk mencegah potensi pelanggaran seperti politik uang terselubung atau manipulasi opini publik melalui kampanye berbayar yang tidak terlapor.
Pentingnya Etika dalam Ide dan Strategi Digital
Selain mematuhi aturan formal, etika komunikasi menjadi fondasi penting dalam menyusun ide kampanye digital. Kreativitas memang diperlukan untuk menarik perhatian publik, namun pesan politik harus tetap berorientasi pada edukasi, bukan provokasi.
Kampanye digital yang sukses adalah kampanye yang tidak hanya viral, tetapi juga mampu membangun kepercayaan dan partisipasi masyarakat secara positif.
Baca Juga: (internal link)
Pembatasan Aktivitas dan Share Informasi pada Masa Tenang
Masa tenang adalah periode penting sebelum hari pemungutan suara di mana segala bentuk kampanye, termasuk aktivitas digital, wajib dihentikan sepenuhnya. Pada masa ini, peserta pemilu, tim kampanye, maupun simpatisan dilarang membagikan ulang (re-share) konten kampanye, memposting materi promosi politik, atau mengunggah ajakan memilih calon tertentu.
Bawaslu mengingatkan bahwa pelanggaran kampanye pada masa tenang, baik melalui unggahan baru maupun penyebaran ulang konten lama di media sosial, dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana. Pengawasan daring diperketat selama periode ini untuk memastikan ruang digital tetap netral dan kondusif menjelang pemungutan suara.
Menatap Pemilu 2029: Kampanye Digital Semakin Kompleks
Dengan pesatnya perkembangan teknologi, kampanye digital ke depan akan semakin kompleks. Penggunaan big data, kecerdasan buatan (AI), dan strategi mikro-targeting akan semakin dominan. Oleh karena itu, pengawasan dan pembaruan regulasi menjadi keharusan agar ruang digital tetap menjadi tempat yang sehat bagi demokrasi.
Kampanye politik di dunia maya bukan sekadar soal siapa yang paling sering muncul di layar, tetapi siapa yang paling jujur, kreatif, dan bertanggung jawab dalam memanfaatkan teknologi untuk kebaikan publik.
Selengkapnya