Sengketa Pemilu: Lembaga Mana yang Berwenang dan Bagaimana Prosesnya?

Oksibil – Sengketa pemilihan umum (Pemilu) kerap menjadi bagian tak terhindarkan dalam setiap kontestasi demokrasi. Baik menyangkut proses pendaftaran, pelaksanaan kampanye, hingga hasil akhir perolehan suara, semua berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat.


Untuk itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum membagi secara tegas kewenangan lembaga yang menangani setiap jenis sengketa.

Tiga lembaga utama dalam penyelesaian sengketa Pemilu adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan Mahkamah Konstitusi (MK).


Selain itu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berperan menegakkan kode etik bagi para penyelenggara Pemilu, demi menjaga integritas dan kepercayaan publik.

Baca juga: Yepmum: Makna, Sejarah, dan Tata Cara Salam Khas Pegunungan Bintang Papua

 

Bawaslu Tangani Sengketa Proses Pemilu

Berdasarkan Pasal 93–96 UU No. 7 Tahun 2017, Bawaslu memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa proses Pemilu, yakni perselisihan antara peserta Pemilu dengan penyelenggara atau antar peserta.

Contohnya mencakup:

  • Sengketa penetapan daftar calon tetap (DCT),
  • Pelaksanaan kampanye,
  • Atau keputusan administratif KPU yang dinilai merugikan peserta.

Penyelesaian dilakukan melalui mediasi, dan bila tidak tercapai kesepakatan, dilanjutkan ke adjudikasi (sidang sengketa).
Putusan Bawaslu bersifat final dan mengikat serta wajib dilaksanakan oleh KPU paling lambat tiga hari kerja setelah keputusan diterbitkan.

 

PTUN untuk Sengketa Administratif

Apabila peserta Pemilu dirugikan oleh keputusan administratif KPU yang tidak bisa diselesaikan Bawaslu, jalur hukum berikutnya adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sebagaimana diatur dalam Pasal 469 UU No. 7 Tahun 2017.
Contohnya: partai politik yang tidak lolos verifikasi atau calon legislatif yang dicoret dari daftar calon tetap (DCT).
 

Putusan PTUN bersifat final dan mengikat, serta menjadi bentuk pengawasan yudisial terhadap keputusan administratif lembaga Pemilu.

Baca juga: Kopi Oksibil: Cita Rasa Emas dari Pegunungan Bintang

 

MK Hanya Menangani Perselisihan Hasil Suara

Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang menangani perselisihan hasil Pemilu (PHPU), sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945 dan Pasal 475 UU No. 7 Tahun 2017.
MK tidak menangani pelanggaran administratif, etik, atau pidana Pemilu.

Permohonan ke MK harus diajukan maksimal tiga hari setelah KPU mengumumkan hasil nasional, dan MK wajib memutus dalam 14 hari kerja.
Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta dapat memerintahkan penghitungan ulang atau pemungutan suara ulang jika ditemukan pelanggaran yang signifikan terhadap hasil.

 

Menjaga Legitimasi Demokrasi

Sengketa Pemilu adalah bagian alami dari kompetisi politik. Namun, keadilan Pemilu hanya bisa terwujud bila setiap lembaga bekerja sesuai fungsinya:
Bawaslu menangani sengketa proses, PTUN mengadili keputusan administratif, MK memutus hasil akhir, dan DKPP menegakkan kode etik penyelenggara.

Dengan sistem yang tertata ini, legitimasi hasil Pemilu dan kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi di Indonesia dapat terus terjaga.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 251 Kali.