Hari Raya Galungan: Makna, Tradisi, dan Filosofi Kemenangan Dharma atas Adharma
Oksibil – Umat Hindu di seluruh Indonesia, khususnya di Pulau Bali, hari ini memperingati Hari Raya Galungan, salah satu hari suci yang paling bermakna dalam kalender keagamaan Hindu. Hari Raya Galungan dirayakan setiap 210 hari sekali, berdasarkan perhitungan Kalender Pawukon Bali, dan menjadi simbol kemenangan Dharma (kebaikan) atas Adharma (kejahatan).
Makna Filosofis Hari Raya Galungan
Hari Raya Galungan memiliki makna spiritual yang mendalam. Dalam ajaran Hindu, Galungan merupakan momentum ketika kekuatan dharma berhasil mengalahkan adharma, menandakan kemenangan kebenaran, kejujuran, dan kebajikan dalam diri manusia. Peringatan ini juga menjadi pengingat agar umat manusia senantiasa berada di jalan yang benar dan tidak tergoda oleh hawa nafsu atau kejahatan.
Secara etimologis, kata “Galungan” berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti “menang”. Dengan demikian, Hari Raya Galungan bukan sekadar perayaan ritual, tetapi juga refleksi rohani tentang perjuangan batin manusia melawan kejahatan yang muncul dari dalam diri sendiri.
Rangkaian Perayaan Hari Raya Galungan
Perayaan Hari Raya Galungan tidak berlangsung hanya satu hari. Ada rangkaian upacara yang dimulai beberapa hari sebelumnya dan berlanjut hingga setelah hari puncak. Berikut adalah rangkaian penting dalam perayaan Galungan:
-
Penyekeban (3 hari sebelum Galungan)
Umat Hindu mulai melakukan tapa brata dan mempersiapkan diri secara spiritual untuk menyambut Galungan. Kegiatan duniawi mulai dikurangi. -
Penyajaan (2 hari sebelum Galungan)
Hari ini diisi dengan kegiatan memasak dan mempersiapkan sesajen untuk upacara Galungan. -
Penampahan Galungan (1 hari sebelum Galungan)
Hari di mana umat Hindu menyembelih hewan seperti babi atau ayam untuk dijadikan persembahan. Kegiatan ini juga melambangkan pengendalian diri terhadap sifat-sifat negatif. -
Hari Raya Galungan (hari puncak)
Umat Hindu melakukan persembahyangan di pura, rumah, dan merayakan kemenangan dharma atas adharma. Penjor – batang bambu yang dihias indah – dipasang di depan rumah sebagai simbol kesejahteraan dan rasa syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa. -
Manis Galungan (sehari setelah Galungan)
Hari penuh kebahagiaan, di mana keluarga berkumpul, saling mengunjungi, dan mempererat tali kasih antarsesama.
Makna Penjor dalam Hari Raya Galungan
Salah satu ikon yang paling menonjol dari Hari Raya Galungan adalah penjor, batang bambu tinggi yang dihiasi janur, buah, dan hasil bumi. Penjor memiliki makna filosofis mendalam — melambangkan gunung yang menjadi tempat bersemayam para dewa. Penjor juga menjadi simbol kemakmuran, rasa syukur, dan keseimbangan alam.
Pemasangan penjor di depan setiap rumah menciptakan suasana sakral sekaligus indah di seluruh Bali. Deretan penjor yang melengkung megah di pinggir jalan menjadi pemandangan khas yang menandai datangnya hari kemenangan bagi umat Hindu.
Hari Raya Galungan dan Kehidupan Sosial
Selain sebagai momentum religius, Hari Raya Galungan juga memperkuat hubungan sosial dan budaya masyarakat Bali. Tradisi kunjungan keluarga dan gotong royong dalam persiapan upacara mempererat persaudaraan antarsesama umat Hindu. Nilai solidaritas dan kebersamaan inilah yang menjadi roh kehidupan masyarakat Bali.
Tidak hanya di Bali, Hari Raya Galungan juga dirayakan oleh umat Hindu di berbagai daerah Indonesia, termasuk Lombok, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Pemerintah daerah biasanya turut mendukung pelaksanaan perayaan ini dengan memberikan hari libur khusus bagi umat Hindu agar dapat menjalankan ibadah dengan khusyuk.
Filosofi Dharma dalam Kehidupan Modern
Pesan utama Hari Raya Galungan tetap relevan hingga kini, bahkan di tengah tantangan zaman modern. Kemenangan dharma atas adharma tidak hanya berlaku dalam konteks spiritual, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari — seperti melawan kemalasan dengan kerja keras, melawan kebohongan dengan kejujuran, serta melawan kebencian dengan kasih sayang.
Melalui peringatan Galungan, umat Hindu diingatkan untuk selalu menjaga keseimbangan hidup, mengendalikan ego, serta menumbuhkan rasa syukur terhadap segala karunia yang diberikan Tuhan.
Hari Raya Galungan, Momentum Spiritualitas dan Kemenangan
Hari Raya Galungan bukan sekadar tradisi keagamaan, tetapi juga manifestasi dari nilai-nilai luhur kehidupan: kebenaran, kebajikan, dan keseimbangan. Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi, perayaan ini menjadi pengingat penting agar manusia tetap berpijak pada dharma.
Dengan semangat Galungan, mari terus menanamkan nilai kebaikan dalam diri dan masyarakat. Kemenangan dharma atas adharma bukan hanya terjadi di masa lalu, tetapi harus terus diperjuangkan setiap hari — di dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.
Bacaj Juga: Sejarah Partai Politik di Indonesia: Dari Masa Kolonial hingga Era Reformasi