Mufakat Adalah Wujud Keadaban Demokrasi Indonesia
Dalam sistem demokrasi Indonesia, mufakat menjadi simbol keadaban politik yang mencerminkan semangat kebersamaan dan penghormatan terhadap nilai-nilai luhur bangsa. Prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat tidak hanya sekadar tradisi, tetapi juga bentuk kearifan lokal yang menegaskan bahwa keputusan terbaik lahir dari dialog, bukan pertentangan.
Baca Juga: Memahami Hak Ulayat: Dasar, Makna, dan Perlindungannya dalam Hukum Indonesia
Pengertian Mufakat dalam Kehidupan Demokrasi
Secara umum, mufakat berarti kesepakatan bersama yang dicapai melalui proses musyawarah, tanpa adanya paksaan atau dominasi dari pihak tertentu. Dalam kehidupan demokrasi, mufakat menjadi landasan untuk menciptakan keputusan yang adil, bijak, dan diterima semua pihak.
Konsep ini juga menjadi ciri khas demokrasi Pancasila, di mana perbedaan pandangan dianggap sebagai kekayaan, bukan ancaman. Mufakat menuntun masyarakat untuk mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Musyawarah dan Mufakat: Nilai Dasar Pancasila
Nilai musyawarah dan mufakat tertuang jelas dalam Sila keempat Pancasila, yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Sila ini menjadi dasar bahwa rakyat memiliki peran utama dalam menentukan arah kebijakan negara melalui mekanisme permusyawaratan.
Prinsip tersebut bukan hanya soal suara terbanyak, tetapi lebih pada hikmat kebijaksanaan — kemampuan berpikir jernih, berempati, dan berkeadilan dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, musyawarah dan mufakat adalah esensi dari demokrasi yang beretika, yang memuliakan dialog dan menghargai keberagaman pendapat.
Contoh Penerapan Mufakat dalam Masyarakat dan Pemerintahan
Dalam kehidupan sehari-hari, mufakat terlihat nyata di berbagai tingkat masyarakat. Di desa, keputusan pembangunan atau kegiatan sosial biasanya ditentukan melalui rapat warga yang mengutamakan musyawarah. Keputusan yang diambil bersama lebih mudah diterima karena mencerminkan aspirasi kolektif.
Sementara di tingkat pemerintahan, semangat mufakat dijalankan dalam sidang DPR dan MPR, di mana setiap fraksi berdiskusi untuk mencapai kesepakatan terbaik. Walau sistem voting masih digunakan, proses deliberasi menjadi wujud nyata penghargaan terhadap nilai musyawarah.
Contoh lainnya dapat dilihat di lembaga adat, organisasi masyarakat, hingga lingkungan pendidikan, di mana mufakat menjadi sarana untuk memperkuat rasa persaudaraan dan tanggung jawab bersama.
Mufakat dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Keputusan Publik
Dalam konteks politik modern, mufakat juga diterapkan dalam penyelenggaraan pemilu. Lembaga seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP kerap mengedepankan kesepakatan dalam merumuskan peraturan, menyelesaikan sengketa, dan menjaga integritas pemilu. Proses dialog antar-lembaga ini memperkuat kepercayaan publik terhadap demokrasi.
Selain itu, berbagai forum konsultasi publik dan dialog kebijakan diadakan untuk memastikan keputusan pemerintah sejalan dengan aspirasi rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa semangat mufakat tetap hidup sebagai pilar transparansi dan partisipasi publik.
Menjaga Semangat Mufakat di Era Modern
Tantangan terbesar bagi semangat mufakat di era digital adalah meningkatnya polarisasi opini di ruang publik. Media sosial sering menjadi arena perdebatan yang emosional, jauh dari semangat musyawarah. Karena itu, masyarakat perlu menanamkan kembali nilai toleransi, empati, dan kebijaksanaan dalam berdialog.
Generasi muda harus memahami bahwa demokrasi bukan sekadar adu argumen, tetapi proses mencari kebenaran bersama. Dengan menjaga semangat mufakat, bangsa Indonesia dapat mempertahankan jati diri demokrasi yang beradab, inklusif, dan berkeadilan sosial.
Baca Juga: Logo Hari Guru Nasional 2025: Makna, Filosofi, dan Semangat Guru Hebat Indonesia Kuat