Supremasi Hukum dalam Negara Demokratis: Konsep dan Praktiknya
Di tengah semakin kompleksnya dinamika politik dan sosial, konsep hukum dalam negara demokratis kembali menjadi sorotan. Para pakar hukum menegaskan bahwa keberlangsungan demokrasi modern hanya dapat terjamin apabila hukum berfungsi sebagai penjaga terakhir dari hak-hak warga negara serta mekanisme pembatas kekuasaan.
Konsep Due Process of Law (proses hukum yang adil) merupakan landasan fundamental dalam negara hukum demokratis, yang menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dari tindakan sewenang-wenang penguasa. Prinsip ini mengamanatkan agar setiap individu yang terlibat dalam proses hukum, baik sebagai tersangka, terdakwa, maupun pihak berperkara lainnya, diperlakukan secara adil dan sesuai dengan prosedur yang diatur oleh hukum yang berlaku.
Keberlangsungan Demokrasi modern hanya dapat terjamin apabila hukum berfungsi sebagai “penjaga terakhir” dari hak-hak warga negara serta mekanisme pembatas kekuasaan.
Hukum sebagai Pilar Negara Demokratis
Dalam sistem demokrasi, hukum tidak hanya berperan sebagai perangkat normatif, tetapi juga landasan moral bagi penyelenggaraan negara.
Rule of law atau supremasi hukum menjadi prinsip utama karena tidak ada kekuasaan yang berada di atas hukum, termasuk pemerintah yang dipilih secara demokratis.
Menurut para ahli, terdapat 3 konsep utama hukum dalam negara demokratis:
1. Supremasi Hukum
Semua tindakan negara, lembaga publik, hingga warga negara harus berjalan sesuai peraturan. Keputusan politik tidak boleh bertentangan dengan konstitusi.
2. Kesetaraan di Hadapan Hukum
Setiap warga negara, tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau jabatan, memiliki hak dan kewajiban hukum yang sama.
3. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
Demokrasi tidak hanya soal pemilihan umum, tetapi juga menjamin ruang kebebasan berekspresi, berpendapat, beragama, serta hak untuk mendapatkan keadilan.
Praktik Hukum Bertemu Politik
Dalam praktiknya, hukum di negara demokratis sering kali dihadapkan pada persoalan politisasi dan intervensi kekuasaan. Lembaga peradilan, kejaksaan, hingga kepolisian dituntut bersikap independen meski berada di ruang politik yang dinamis.
Contoh yang sering muncul adalah sengketa pemilu, kasus korupsi pejabat publik, dan pelanggaran kebebasan sipil.
Dalam situasi seperti ini, peran lembaga peradilan menjadi sangat krusial untuk memastikan bahwa penyelesaian dilakukan secara objektif dan transparan.
Kekuatan demokrasi dapat dilihat dari bagaimana negara dengan cara menyelesaikan konflik melalui jalur hukum, bukan melalui tekanan politik.
Transparansi dan Akuntabilitas sebagai Kunci
Dalam negara demokratis, hukum harus dapat dipantau publik. Transparansi dan akuntabilitas menjadi keharusan, terutama pada proses pembuatan undang-undang dan penegakan hukum.
Mekanisme seperti:
• pengawasan parlemen,
• partisipasi masyarakat dalam legislasi,
• kebebasan pers, dan
• akses publik terhadap proses peradilan
Diperlukan untuk memastikan hukum tidak digunakan sebagai alat kekuasaan.
Tantangan Disinformasi dan Teknologi Hukum
Di era digital, muncul tantangan baru berupa penyebaran disinformasi serta sengketa terkait privasi dan data pribadi.
Hal ini memaksa sistem hukum demokratis beradaptasi, baik dalam regulasi maupun penegakan.
Demokrasi digital membutuhkan sistem hukum digital yang kuat. Tanpa regulasi yang jelas dan adil, ruang digital justru dapat menjadi ancaman bagi kebebasan dan keamanan warga.
Konsep dan praktik hukum dalam negara demokratis selalu bergerak mengikuti perkembangan masyarakat. Meski menghadapi berbagai tantangan, prinsip dasar seperti supremasi hukum, independensi peradilan, serta perlindungan hak asasi manusia tetap menjadi fondasi yang tidak bisa diganggu gugat.
Dalam konteks ini, masyarakat memiliki peran penting untuk terus mengawasi dan memastikan bahwa hukum bekerja demi keadilan, bukan kekuasaan.