32 Tahun Soeharto Memimpin: Jejak Panjang Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

Era Panjang Kepemimpinan Soeharto

Ketika berbicara tentang sejarah politik Indonesia, sulit untuk tidak menyebut nama Soeharto. Selama 32 tahun Soeharto memimpin Indonesia, bangsa ini mengalami perubahan besar di berbagai bidang — mulai dari ekonomi, politik, pertahanan, hingga kehidupan sosial. Namun, masa pemerintahannya juga diwarnai dengan berbagai kontroversi dan kritik tajam terhadap praktik kekuasaan yang dianggap otoriter.

Era kepemimpinan Soeharto yang dikenal sebagai Orde Baru berlangsung dari 1966 hingga 1998, menjadikannya salah satu pemimpin terlama di dunia modern. Artikel ini akan mengulas secara mendalam bagaimana Soeharto membangun, memerintah, dan akhirnya lengser setelah tiga dekade lebih berkuasa.

Awal Mula Kekuasaan Soeharto

Untuk memahami bagaimana Soeharto bisa memimpin selama 32 tahun, kita perlu melihat konteks sejarahnya.
Setelah peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) tahun 1965, situasi politik Indonesia sangat kacau. Presiden Soekarno kehilangan banyak dukungan, dan Letnan Jenderal Soeharto, yang saat itu menjabat Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD), muncul sebagai tokoh militer yang berhasil menumpas gerakan tersebut.

Pada 11 Maret 1966, Soekarno menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang memberikan wewenang kepada Soeharto untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Dari sinilah awal mula kekuasaan Soeharto dimulai.
Tahun 1967, MPRS secara resmi mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden, dan pada 27 Maret 1968, ia dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia kedua menggantikan Soekarno.

Kebijakan Awal: Stabilitas dan Pembangunan Nasional

Setelah menjabat sebagai presiden, Soeharto berfokus pada stabilitas politik dan ekonomi.
Pada masa itu, ekonomi Indonesia sedang hancur akibat hiperinflasi dan instabilitas politik yang berkepanjangan. Soeharto kemudian memperkenalkan Program Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) dan mendirikan lembaga seperti Bappenas untuk merencanakan pembangunan nasional secara sistematis.

Melalui kebijakan Orde Baru, Soeharto menggandeng para ekonom muda yang dikenal sebagai “Mafia Berkeley” — sekelompok teknokrat lulusan Universitas California, Berkeley — untuk membenahi ekonomi.
Hasilnya cukup signifikan:

  • Inflasi berhasil ditekan dari 650% pada tahun 1966 menjadi di bawah 20% pada awal 1970-an.

  • Pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7% per tahun.

  • Indonesia berhasil swadaya beras dan bahkan mendapat penghargaan dari FAO pada tahun 1984.

Pemerintahan Soeharto dikenal dengan jargon “stabilitas politik, keamanan nasional, dan pertumbuhan ekonomi”, yang menjadi dasar kebijakan pemerintah selama tiga dekade berikutnya.

Puncak Kejayaan Orde Baru

Pada dekade 1980-an, masa keemasan Orde Baru benar-benar terasa. Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat berkat lonjakan harga minyak dunia dan pembangunan infrastruktur besar-besaran.
Berbagai proyek monumental seperti:

  • Jalan Tol Jagorawi (Jakarta–Bogor–Ciawi),

  • Bendungan Jatiluhur,

  • Program transmigrasi besar-besaran, dan

  • Pendirian BUMN strategis seperti Pertamina dan PLN
    menjadi simbol kemajuan era Soeharto.

Dalam bidang pendidikan, Soeharto menggagas program Wajib Belajar 6 Tahun, memperluas akses sekolah dasar di seluruh pelosok negeri, dan mendirikan Inpres Desa Tertinggal (IDT) untuk mengurangi kesenjangan sosial.

Soeharto juga dikenal aktif dalam politik luar negeri. Indonesia berperan penting dalam pendirian ASEAN (1967) dan menjadi mediator di berbagai konflik kawasan Asia Tenggara.
Secara global, Indonesia di bawah Soeharto dikenal sebagai negara berkembang yang stabil dan disegani.

Sisi Gelap Pemerintahan: Otoritarianisme dan Korupsi

Namun, di balik kesuksesan ekonomi dan pembangunan, 32 tahun Soeharto memimpin juga meninggalkan banyak catatan kelam.
Soeharto dianggap menjalankan pemerintahan yang otoriter, dengan kontrol ketat terhadap kebebasan pers, politik, dan masyarakat sipil.

Beberapa hal yang menjadi sorotan:

  • Pembatasan kebebasan berpendapat dan pelarangan partai politik selain Golkar, PPP, dan PDI.

  • Pemilu yang tidak sepenuhnya bebas, karena kekuasaan sangat didominasi oleh Golkar.

  • Militerisasi kehidupan sipil melalui doktrin “Dwi Fungsi ABRI” (Tentara memiliki peran ganda, militer dan sosial politik).

  • Kasus korupsi dan kolusi yang melibatkan keluarga dan kroni Soeharto, terutama dalam proyek-proyek pemerintah dan bisnis besar.

Menurut laporan Transparency International, pada akhir masa kekuasaannya, Soeharto dituding melakukan korupsi terbesar di dunia, dengan kerugian negara mencapai miliaran dolar AS.

Runtuhnya Kekuasaan Soeharto: Akhir dari Orde Baru

Krisis ekonomi Asia tahun 1997 menjadi awal kehancuran rezim Orde Baru. Nilai rupiah anjlok dari Rp2.000 menjadi Rp15.000 per dolar AS, dan inflasi melonjak tajam.
Gelombang protes mahasiswa dan rakyat meledak di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, menuntut reformasi total dan pengunduran diri Soeharto.

Puncaknya terjadi pada 21 Mei 1998, ketika Soeharto secara resmi mengundurkan diri dari jabatan Presiden RI setelah 32 tahun berkuasa.
Pidato pengunduran dirinya disampaikan di Istana Merdeka, dan B.J. Habibie, wakil presiden saat itu, ditunjuk sebagai penggantinya.

Keputusan tersebut menandai berakhirnya era Orde Baru dan dimulainya era Reformasi, yang membuka kembali kebebasan pers, multipartai, dan demokrasi yang lebih terbuka di Indonesia.

Warisan Soeharto bagi Indonesia

Warisan 32 tahun kepemimpinan Soeharto masih terasa hingga kini.
Di satu sisi, banyak pihak mengakui keberhasilannya dalam menciptakan stabilitas nasional, pembangunan ekonomi, dan infrastruktur dasar. Namun, di sisi lain, masa pemerintahannya juga diingat sebagai periode represi politik, pembatasan kebebasan rakyat, dan maraknya korupsi.

Beberapa warisan penting Soeharto:

  • Pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, bendungan, dan fasilitas pendidikan.

  • Program transmigrasi dan swasembada pangan.

  • Penguatan peran militer dalam politik (yang baru direformasi pasca-1998).

  • Kebijakan ekonomi berbasis stabilitas makro, yang masih menjadi acuan pemerintah hingga kini.

32 Tahun Soeharto Memimpin, Antara Kejayaan dan Bayang-Bayang Kekuasaan

Selama 32 tahun Soeharto memimpin Indonesia, bangsa ini melewati masa pembangunan besar-besaran sekaligus pembatasan kebebasan politik.
Era Orde Baru meninggalkan dua sisi sejarah yang kontras:

  • Satu sisi menunjukkan stabilitas dan kemajuan ekonomi,

  • Sementara sisi lainnya menyingkap otoritarianisme dan korupsi yang mengakar.

Suka atau tidak, jejak Soeharto telah menjadi bagian penting dalam sejarah bangsa Indonesia.
Dari pembangunan hingga reformasi, dari kemakmuran hingga kejatuhan — semua menjadi pelajaran berharga tentang kekuasaan, tanggung jawab, dan masa depan demokrasi Indonesia.

Baca Juga: Apa Itu Partai Politik: Pengertian, Fungsi, dan Peran dalam Demokrasi Indonesia

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 206 Kali.