Pandangan Islam terhadap Serangan Fajar saat Pemilu
Istilah “serangan fajar” merujuk pada pemberian uang atau barang (sembako, voucher, dan lain sebagainya.) yang diberikan kepada pemilih menjelang atau pada pagi hari pemungutan suara dengan tujuan mempengaruhi suara mereka. 
Bentuknya bisa berupa uang tunai, paket sembako, barang kebutuhan rumah tangga, voucher atau barang lain yang memiliki nilai ekonomi. 
Secara hukum positif di Indonesia, praktik ini dikategorikan sebagai pelanggaran. Misalnya, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yaitu mengatur larangan pemberian atau janji materi kepada pemilih untuk mempengaruhi pilihan mereka pada masa kampanye, masa tenang, atau saat pemungutan suara.
Pandangan Islam terhadap Serangan Fajar / Politik Uang
Berikut poin-poin utama dalam Islam mengenai praktik ini:
Dihukumi sebagai risywah / suap
Praktik pemberian uang atau barang agar seseorang memilih calon tertentu termasuk dalam kategori risywah (suap), yang dilarang dalam Islam.
Haram mutlak
Organ agama seperti Nahdlatul Ulama menyatakan bahwa politik uang, termasuk serangan fajar, hukumnya haram mutlak.
Merusak moral & integritas
Praktik ini dianggap sebagai tindakan tidak jujur, merusak demokrasi, dan merusak integritas publik.
Dosa moral menerima / mengambil uang
Menerima uang dari praktik serangan fajar juga dipandang sebagai dosa, bahkan jika orang itu berniat memilih berdasarkan hati nurani (“ambil uangnya jangan pilih orangnya”) pun tetap dianggap salah dalam pandangan agama.
Serangan fajar atau politik uang adalah perbuatan yang dilarang keras termasuk memberi dan menerima karena mengandung unsur suap (risywah), merusak keadilan, dan menyalahgunakan proses demokrasi.
Hukum negara pun sudah menetapkan bahwa praktik tersebut adalah pelanggaran pidana.
Upaya penolakan terhadap serangan fajar tidak hanya aspek hukum, tapi juga aspek moral dan keagamaan sangat penting agar demokrasi berjalan bersih dan pemimpin terpilih adil dan amanah.